Kamis, 22 Oktober 2009

Kelemahan Informasi

Mengulas Kelemahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Beserta Saran Perubahan.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah disahkan oleh DPR
pada tanggal 25 Maret 2008, namun disahkannya sebuah undang-undang bukan berarti ia telah
menjadi sebuah hukum yang mutlak dan tidak bisa lagi diubah atau bahkan diganti; sebaliknya
justru perbaikan dan perubahan harus dilakukan pada setiap undang-undang dan peraturan lain yang
diketahui memiliki kelemahan, terutama apabila kelemahan tersebut fatal sifatnya. Dalam konteks
ini maka Asosiasi Internet Indonesia sebagai suatu organisasi yang berkedudukan di Indonesia dan
bertujuan untuk memajukan pengembangan dan pemanfaatan internet di Indonesia secara bebas dan
bertanggung jawab, wajib untuk memberikan pandangan dan usulan demi memperbaiki UU ITE
tersebut yang memiliki sangat banyak kelemahan.
Kelemahan pertama: proses penyusunan
Kelemahan pertama dari UU ITE terletak dari cara penyusunannya itu sendiri, yang
menimbulkan kontradiksi atas apa yang berusaha diaturnya. UU ITE yang merupakan UU pertama
yang mengatur suatu teknologi moderen, yakni teknologi informasi, masih dibuat dengan
menggunakan prosedur lama yang sama sekali tidak menggambarkan adanya relevansi dengan
teknologi yang berusaha diaturnya. Singkat kata, UU ITE waktu masih berupa RUU relatif tidak
disosialisasikan kepada masyarakat dan penyusunannya masih dipercayakan di kalangan yang amat
terbatas, serta peresmiannya dilakukan dengan tanpa terlebih dahulu melibatkan secara meluas
komunitas yang akan diatur olehnya. Padahal, dalam UU ini jelas tercantum bahwa:
Pasal 1
ayat 3
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Ini berarti seyogyanya dalam penyusunan UU ini memanfaatkan teknologi informasi dalam
mengumpulkan pendapat mengenai kebutuhan perundangannya, menyiapkan draftnya, menyimpan
data elektroniknya, mengumumkannya secara terbuka, menganalisis reaksi masyarakat terhadapnya
setelah menyebarkan informasinya, sebelum akhirnya mencapai sebuah hasil akhir dan meresmikan
hasil akhir tersebut sebagai sebuah UU
Kelemahan pertama ini adalah kelemahan fatal, yang terbukti secara jelas bahwa akibat
tidak dimanfaatkannya teknologi informasi dalam proses penyusunan UU ini, maka isi dari UU ini
sendiri memiliki celah-celah hukum yang mana dalam waktu kurang dari sebulan peresmiannya
telah menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha teknologi informasi, yang diakibatkan oleh
ketidakpastian yang ditimbulkannya itu.
Kelemahan kedua: salah kaprah dalam definisi
http://www.isocid.net
Pasal 1
ayat 1
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
dan
ayat 4
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,
yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau
arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Definisi Informasi Elektronik menggambarkan tampilan, bukan data; dari kenyataan ini terlihat
jelas bahwa penyusun definisi ini belum memahami bahwa data elektronik sama sekali tidak berupa
tulisan, suara, gambar atau apapun yang ditulis dalam definisi tersebut. Sebuah data elektronik
hanyalah kumpulan dari bit-bit digital, yang mana setiap bit digital adalah informasi yang hanya
memiliki dua pilihan, yang apabila dibatasi dengan kata “elektronik” maka pilihan itu berarti
“tinggi” dan “rendah” dari suatu sinyal elektromagnetik. Bila tidak dibatasi dengan kata tersebut,
maka bit digital dapat berupa kombinasi pilihan antonim apapun seperti “panjang” dan “pendek”,
“hidup” dan “mati”, “hitam” dan “putih” dan sebagainya.
Pada definisi Dokumen Elektronik, bahkan ditemukan suatu keanehan dengan membandingkan
antara analog, digital dengan elektromagnetik, optikal, seakan-akan antara analog dan
elektromagnetik adalah dua bentuk yang merupakan pilihan “ini atau itu”. Lebih jauh lagi,
penggunaan kata analog adalah suatu kesalah kaprahan karena analog sebagai suatu bentuk hanya
dapat diartikan sebagai benda yang dibuat menyerupai bentuk aslinya, dan ini sama sekali tidak ada
relevansinya dengan tujuan definisi yang diinginkan berhubung bentuk analog dari sebuah peta
misalnya, adalah sebuah peta juga dan tidak mungkin dikirimkan lewat jaringan elektronik.
Seharusnya, definisi yang jauh lebih tepat adalah sebagai berikut:
ayat 1
Informasi Digital adalah satu atau sekumpulan data digital.
ayat 4
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Digital, disimpan dalam media penyimpanan data
http://www.isocid.net
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang diakses dengan menggunakan Sistem Elektronik
Selain itu, mengingat bahwa sebuah dokumen elektronik dapat diproses menjadi dua atau lebih
tampilan yang berbeda (contoh: data akuntasi dapat dengan mudah ditampilkan sebagai sebuah
grafik), tergantung dari Sistem Elektronik yang dipergunakan, maka dibutuhkan klarifikasi:
ayat x
Tampilan Elektronik adalah hasil pengolahan Dokumen Elektronik yang ditampilkan dalam suatu
bentuk tertentu, dengan menggunakan Sistem Elektronik tertentu dan menjalankan suatu prosedur
pengolahan tertentu.
Kelemahan ketiga: tidak konsisten
Kelemahan ini terdapat di beberapa pasal dan ayat, salah satunya:
Pasal 8
ayat 2
Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
Tampaknya ayat ini dibuat dengan logika berbeda dengan ayat 1 dalam pasal yang sama, dimana
ayat 1 telah dengan benar menggunakan kriteria Sistem Elektronik yang ditunjuk atau
dipergunakan, pada ayat 2 muncul kerancuan “di bawah kendali”. Suatu account e-mail yang berada
di Yahoo atau Hotmail misalnya, tidak dapat dikatakan sebagai suatu Sistem Elektronik di bawah
kendali karena yang dikendalikan oleh Penerima hanyalah bentuk virtualisasinya.
Pasal 15
ayat 2
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya.
ayat 3
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Ayat 3 mengatakan bahwa ayat 2 tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa. Keadaan memaksa? Kalau kita bicara soal komputer maka keadaan memaksa ini bisa
berarti apa saja mulai dari gangguan listrik, kerusakan komputer, terkena virus, dan sebagainya
yang pada intinya gangguan apapun dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa; lantas untuk apa
ayat 2 itu dibuat? Apakah yang dimaksud disini sebagai keadaan memaksa adalah definisi lazim
dari “force majeure”? Entahlah, karena di bagian penjelasan dikatakan bahwa ayat ini cukup jelas.
http://www.isocid.net
Kelemahan keempat: masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas
Kelemahan ini menjejali keseluruhan BAB VII – PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
ayat 1
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan
Kesusilaan – memakai standar siapa? Bahkan dalam satu rumah tangga sekalipun, antara suami istri
bisa memiliki standar kesusilaan yang berbeda, bagaimana pula dalam satu negara? Bagaimana
kalau terdapat perbedaan mencolok antara standar kesusilaan pengirim dan penerima? Ayat yang
seperti ini sebaiknya dihapus saja
ayat 2
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
Apa tepatnya definisi perjudian itu? Apabila definisi perjudian adalah suatu kegiatan yang
melibatkan uang dan/atau barang berharga lainnya, dimana terjadi perpindahan kepemilikan uang
dan/atau barang berharga tersebut atas dasar pertaruhan yang dimenangkan secara untung-untungan,
maka perdagangan saham jelas-jelas masuk kategori perjudian; bahkan perebutan jabatan politik
pun masih bisa masuk dalam kategori ini. Sama seperti ayat 1, ayat ini juga sebaiknya dihapus saja
ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Penghinaan, menurut siapa? Pencemaran nama baik, menurut siapa? Seharusnya standar tidak jelas
ini diganti menjadi “memiliki muatan tuduhan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya”. Dengan
cara ini, selama sesuatu masih bersifat pendapat maka tidak dapat dikategorikan sebagai tuduhan.
Contoh: “Menurut saya dia bodoh” adalah pendapat, sedangkan “Saya yakin IQ nya rendah” adalah
tuduhan.
ayat 4
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
http://www.isocid.net
Apakah ini berarti mengirimkan email berisi “harap jangan kasar di milis, kalau masih begitu juga
anda akan saya keluarkan” dapat dihukum? Mengapa tidak dibuat dengan lebih jelas dengan
tambahan “yang membahayakan harta atau jiwa”?
Kelemahan kelima: menghambat penegakan hukum serta menghambat kemajuan.
Pasal 30 dan 31 intinya melarang setiap orang untuk melakukan infiltrasi ke Sistem Elektronik
milik orang lain, kecuali atas dasar permintaan institusi penegak hukum. Ini berarti semua orang
yang melakukan tindakan melawan hukum menggunakan Sistem Elektronik dapat dengan aman
menyimpan semua informasi yang dimilikinya selama tidak diketahui oleh penegak hukum, yang
mana ini mudah dilakukan, karena orang lain tidak diperbolehkan mengakses Sistem Elektronik
miliknya dan dengan demikian tidak dapat memperoleh bukti-bukti awal yang dibutuhkan untuk
melakukan pengaduan. Selain itu, apakah penyusun pasal-pasal ini tidak memahami konsep “untuk
menangkap maling harus belajar mencuri”? Apabila semua kegiatan explorasi keamanan Sistem
Elektronik dihambat seperti ini, pada saatnya nanti terjadi peperangan teknologi informasi,
bagaimana kita bisa menang kalau tidak ada yang ahli di bidang ini?
Sebaliknya, jika Pasal 34 ayat 2 yang memberikan pengecualian untuk kegiatan penelitian, ingin
terus menerus diterapkan, apa gunanya pasal 30 dan pasal 31? Sebaiknya keseluruhan pasal-pasal
ini diformulasi ulang dari awal.
Kelemahan keenam: mengabaikan yurisdiksi hukum
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada
di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Mungkin pasal 37 ini dibuat agar dalam kondisi dimana seorang yang berada di Indonesia atau
seorang warga negara Indonesia melakukan penipuan terhadap warga negara lain dengan
menggunakan server yang ada di negara lain, orang tersebut dapat dijerat dengan undang-undang
ini. Akan tetapi karena pasal 27 mengatur tindakan-tindakan yang tidak memiliki standar yang sama
di negara lain, ditambah dengan pasal 34 yang mengatur masalah penjualan perangkat keras dan
lunak, pasal 37 otomatis menghasilkan konflik yurisdiksi. Contohnya adalah apabila seorang warga
negara Indonesia memproduksi perangkat lunak komputer khusus untuk perjudian selama berada di
Las Vegas, Amerika Serikat, dan perangkat lunak tersebut dikirim ke Indonesia untuk diinstall di
komputer yang berada di Indonesia, untuk diekspor ke Amerika Serikat, lalu orang tersebut kembali
ke Indonesia, maka berdasarkan pasal 37, pasal 34 dan pasal 27 orang ini dapat dikenakan sanksi
karena ia melakukannya bukan untuk tujuan kegiatan penelitian atau pengujian. Karena di daerah
yurisdiksi hukum dimana tindakan itu dilakukan, sama sekali tidak terjadi pelanggaran hukum,
Pasal 37 ini telah mengabaikan yurisdiksi hukum dan dengan demikian UU ITE ini memiliki cacat
hukum.
http://www.isocid.net
Mungkin masih ada kelemahan lain yang terluput namun intinya, kelemahan-kelemahan ini bisa ada
karena tidak dilibatkannya masyarakat pengguna teknologi informasi secara meluas dalam
penyusunan UU ITE ini, yang mana diharapkan kesalahan ini tidak terulang lagi di kemudian hari
demi tercapainya kemajuan bersama yang diharapkan sebagai tujuan penyusunan UU ITE.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar